Cute Bow Tie Hearts Blinking Blue and Pink Pointer Agustus 2016 | Iim kayyis

Selasa, 23 Agustus 2016

materi lengkap kimia periodik 3

LAPORAN HASIL OBSERVASI KIMIA “INDUSTRI TAHU”



LAPORAN HASIL OBSERVASI
KIMIA
“INDUSTRI TAHU”









Disusun oleh :
1.    Dewi Maghfiroh                                (XI MIPA 1/07)
2.    Iim Fahimatul Amalia                      (XI MIPA 1/15)
3.    Putri Fatimatuz zahroh                     (XI MIPA 1/24)
4.    Rahmad Fiqih                                    (XI MIPA 1/25)
5.    Elena Deandra Asmara                     (XI MIPA 1/32)



PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 3 LUMAJANG
Jl. Jend. Panjaitan No. 79 Lumajang 67312, Telp. (0334) 881057
                e-mail : sman3lumajang@gmail.com    Web : sman3lumajang.sch.id
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  JUDUL
Laporan Observasi Kimia Penerapan Koloid Dalam Pembuatan Tahu

1.2  TANGGAL DAN LOKASI OBSERVASI
Hari                 : Kamis
Tanggal           : 9 April 2015
Tempat            : Pabrik tahu
Pemilik            : P. Sugiarto Notowibowo
Alamat                        : Jl. Citandui No.III
1.3  TUJUAN OBSERVASI
Tujuan diadakannya observasi ini yaitu untuk mengetahui proses pembuatan tahu secara mendetail dan kaitannya dengan koloid.
1.4  DASAR TEORI

            Aplikasi Koloid Dalam Pembuatan Tahu

Tahu adalah makanan hasil olahan kacang kedelai yang berasal dari China dan dikenal sebagai “keju Asia”. Tahu memiliki rasa yang gurih dan lezat, selain rasanya yang lezat tahu juga memiliki manfaat bagi kesehatan.

Pada tahu terdapat berbagai macam kandungan gizi, seperti protein, lemak tak jenuh, karbohidrat, kalori dan mineral, fosfor, vitamin B-kompleks seperti thiamin, riboflavin, vitamin E, vitamin B12, kalium dan kalsium. Dimana kualitas protein tahu hampir sama hebatnya dengan daging dan susu. Tiap 100 gram tahu dapat mengandung sekitar 6 – 10 gram kandungan protein yang memenuhi 18% kebutuhan tubuh akan protein. Saking banyaknya kandungan gizi pada tahu,membuat tahu ini memiliki banyak khasiat bagi kesehatan, misalnya mencegah penyakit jantung, meningkatkan produksi energi, membantu pasien diabete dan penyakit ginjal.

Tahu sebagai salah satu protein nabati ternyata merupakan sistem koloid. Koloid merupakan sistem dispersi yang terdiri dari partikel-partikel kecil dari suatu zat yang disebut fase terdispersi dalam fase lainnya yang disebut medium pendispersi. Baik fase terdispersi maupun medium pendispersinya dapat berupa padat, cair, atau gas. Istilah koloid ini diambil dari kata bahasa Yunani yaitu kolla, berarti "lem".


Koagulasi merupakan salah satu sifat dari koloid. Partikel-partikel suatu koloid dapat mengalami penggumpalan membentuk zat semi-padat. Partikel-partikel koloid tersebut bersifat stabil karena memiliki muatan listrik sejenis. Apabila muatan listrik itu hilang, maka partikel koloid tersebut akan bergabung membentuk gumpalan. Proses penggumpalan partikel koloid dan pengendapannya disebut Koagulasi.

Dalam hal ini, koagulasi koloid merupakan proses bergabungnya partikel-partikel koloid secara bersama membentuk zat dengan massa yang lebih besar. Mencampurkan koloid dengan zat elektrolit yang bermuatan berlawanan. Semakin besar muatan ion yang ditambahkan, semakin efektif penggumpalannya. Jika suatu elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid, maka partikel-partikel koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation) dari elektrolit. Hal ini disebabkan karena partikel-partikel koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion) dari elektrolit. Hal ini menyebabkan partikel -partikel koloid tersebut dikelilingi oleh lapisan kedua yang memiliki muatan berlawanan dengan muatan lapisan pertama. Apabila jarak antara lapisan pertama dan kedua cukup dekat, maka muatan keduanya akan hilang sehingga terjadi koagulasi. Contoh, emulsi sari kedelai pada proses pembuatan tahu akan menggumpal jika ditambahkan batu tahu (CaSO4. 2H2O) atau asam cuka (asam asetat).
























BAB II
PEMBAHASAN


2.1  HASIL PENGAMATAN
·         Alat dan Bahan Pembuatan Tahu
ü  Alat           : Cetakan, Besi, Kain sifon (penyaring)
ü  Bahan        : Kedelai (bahan utama), Cuka karet
·         Proses pembuatan tahu
ü  Penimbangan bahan utama kedelai
ü  Pencucian kedelai hingga bersih
ü  Perendaman kedelai selama 10 menit
ü  Penggilingan kedelai hingga menjadi bubur kedelai
ü   Perebusan bubur kedelai selama 5 menit dalam suhu 100 derajat celcius
ü  Pengendapan sari-sari tahu yang telah direbus
ü  Penambahan cuka karet pada endapan tahu
ü  Penyaringan sari-sari tahu menggunakan kain sifon (filtrasi)
ü  Pencetakan tahu yang telah di saring
ü  Pengirisan tahu
ü  pengemasan tahu kedalam wadah ember

2.2  PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN

Di dalam proses pembuatan tahu terdapat sistem koloid (koagulasi), yakni pada proses penambahan cuka karet (asam asetat). Penambahan cuka dalam proses pembuatan tahu dilakukan setelah perebusan kedelai yang telah digiling, hal ini akan menghasilkan gumpalan zat semi padat (Tahu) dari sari-sari kedelai yang telah direbus tersebut. Pada dasarnya partikel partikel koloid di dalam proses pembuatan tahu bersifat stabil karena memiliki muatan listrik sejenis, akan tetapi penambahan cuka karet akan menghilangkan muatan listrik pada partikel partikel tersebut, hilangnya muatan listrik itu akan mengakibatkan terbentuknya gumpalan pembentuk tahu dari gabungan partikel koloid, proses penggumpalan partikel koloid dan pengendapan inilah yang disebut Koagulasi (sifat koloid).









BAB III
PENUTUP


3.1  KESIMPULAN

1.      Proses pembuatan tahu terdiri atas proses penimbangan, pencucian, perendaman, penggilingan, perebusan, penambahan cuka karet, penyaringan, pencetakan, pengirisan dan pengemasan.
2.      Di dalam proses pembuatan tahu terdapat sistem koloid (koagulasi) pada saat proses penambahan cuka karet.
3.      Penambahan cuka karet akan menggumpalkan sari sari kedelai yang telah di rebus menjadi tahu, penggumpalan inilah yang disebut koagulasi yang merupakan sifat dari koloid.

3.2  SARAN

Saat memulai observasi (wawancara) mulailah dengan berdoa agar obsevasi (wawancara) bisa berjalan dengan lancar dan penuh hikmah, serta lakukanlah kegiatan observasi (wawancara) dengan sopan santun. Dan setelah melakukan observasi (wawancara) ucapkanlah terima kasih kepada narasumber yang bersangkutan.


























LAMPIRAN
(Foto proses pembuatan tahu)


1.       pencucian
2.       perendaman
3.      penggilingan
4.      perebusan
5.      pengendapan
6.      penambahan cuka karet





7.      penyarigan
8. Pencetakan

9. pengirisan
10. pengemasan















Kelompok 4 beserta sekretaris (perwakilan pemilik industri tahu)
Kelompok 4 beserta sekretaris (perwakilan pemilik industri tahu)

MODUL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN)



MODUL
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
(UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN)





http://kabarlumajang.net/foto_berita/27RumahRaskin.jpgkemiskinan-sapa-lumajangmiskin

http://kabarlumajang.net/foto_berita/47keluargamiskin1.jpg





DISUSUN OLEH :
SISWA-SISWI
KELAS XI MIPA 1


PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 3 LUMAJANG
Jl. Jend. Panjaitan No. 079 Telp. 0334 - 881057
LUMAJANG - 67312
TAHUN PELAJARAN 2014 – 2015
MODUL
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
(UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN)

















 






























DISUSUN OLEH :
SISWA-SISWI
KELAS XI MIPA 1


PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 3 LUMAJANG
Jl. Jend. Panjaitan No. 079 Telp. 0334 - 881057
LUMAJANG - 67312
TAHUN PELAJARAN 2014 – 2015

IDENTIFIKASI MASALAH

A.      Latar Belakang Masalah
B.       Pengertian Kemiskinan
C.       Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
D.       Data Kemiskinan Di Kabupaten Lumajang
E.       Dampak Kemiskinan
F.        Artikel
G.      Motto
H.      Kesimpulan















A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Kemiskinan adalah keadaan dimanat seseorang atau sekelompok orang tidak dapat atau tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari selama hidupnya. Kemiskinan juga dapat dikatakan sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup.
Jumlah penduduk miskin di kabupaten Lumajang masih terbilang cukup tinggi yaitu sekitar 15% dari jumlah keseluruhan penduduk, yakni tahun 2010 diketahui ada 140.800 jiwa, 131.



































B.     PENGERTIAN KEMISKINAN

Kemiskinan merupakan sebuah permasalahan sosial yang sangat kompleks dan harus segera mendapat penanganan yang tepat agar dapat segera teratasi. Indonesia sebagai negara berkembang dan memiliki jumlah penduduk yang besar tentu tidak dapat terhindar dari masalah tersebut. Ini dibuktikan dengan jumlah penduduk miskin yang besar, mayoritas tinggal di daerah pedesaan yang sulit untuk diakses bahkan di kota besar seperti Jakarta pun juga sangat banyak ditemukan masyarakat miskin. Kemiskinan dapat diartikan dimana seseorang sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dikarenakan berbagai penyebab salah satunya adalah rendahnya tingkat pendapatan yang diperoleh.
Pengertian kemiskinan secara umum dipahami dengan suatu permasalahan yang dikaitkan dengan sektor ekonomi masyarakat. Menurut ahli kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang hidup dibawah standar kebutuhan minimum yang telah ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok pangan yang membuat seseorang cukup untuk bekerja dan hidup sehat berdasarkan kebutuhan beras dan gizi (Sajogyo).
Secara ekonomi kemiskinan mempunyai definisi sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih baik. Manusia (masyarakat) dikatakan miskin karena alasan ekonomi biasanya berkaitan dengan kemiskinan yang diperoleh tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kemiskinan yang rendah sering kali berkaitan dengan pendidikan yang juga rendah. Suryahadi dan Sumarto, (2001) mengemukakan orang dengan pendidikan yang lebih tinggi maka akan memberikan peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan gaji yang tinggi. Dengan memiliki kemiskinan yang tinggi maka daya beli masyarakat akan menjadi tinggi.
Nugroho & Dahuri, 2004: 165 – 168 menyatakan kemiskinan merupakan kondisi absolut dan relatif yang menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku di dalam masyarakat karena penyebab natural, kultural dan struktural. Kemiskinan natural disebabkan keterbatasan kualitas sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kemiskinan struktural disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh berbagai kebijakan, peraturan, keputusan dalam pembangunan, kemiskinan ini umunya dapat dikenali dari transformasi ekonomi yang berjalan tidak seimbang. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang lebih banyak disebabkan sikap individu dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, perilaku, atau budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan. Dengan kata lain seseorang dikatakan miskin jika tingkat pendapatannya tidak memungkinkan orang tersebut untuk mentaati tata nilai dan norma dalam masyarakatnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemiskinan adalah keadaan dimanat seseorang atau sekelompok orang tidak dapat atau tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari selama hidupnya. Kemiskinan juga dapat dikatakan sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup.



C.     FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN

Ada beberapa faktor-faktor penyebab kemiskinan. Menurut Suryadiningrat (2003) dalam Rahmawati (2006), kemiskinan pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia terhadap norma dan nilai-nilai kebenaran ajaran agama, kejujuran dan keadilan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan orang lain. Penganiayaan terhadap diri sendiri manusia tercermin dari adanya: (a) keengganan bekerja dan berusaha, (b) kebodohan, (c) motivasi rendah, (d) tidak memiliki rencana jangka panjang, (e) budaya kemiskinan dan (f) pemahaman yang keliru terhadap kemiskinan. Sedangkan penganiayaan terhadap orang lain terlihat dari ketidakmampuan seseorang bekerja dan berusaha akibat dari adanya ketidakpedulian orang mampu kepada orang yang tidak mampu dan kebijakan pemerintah yang tidak memihak pada orang miskin.
Kemiskinan secara struktural pada umumnya disebabkan oleh lingkungan sosial budaya yang menyebabkan adat kebiasaan masyarakat yang tidak produktif, keterbatasan atau keterisolasian terhadap smber daya alam dan manusia ataupun karena rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan dan kesempatan kerja.
Mudrajat Kuncoro (2006) menganalisis penyebab kemiskinan dari dua faktor, yaitu faktor ekonomi dan faktor sosial. Faktor ekonomi ditunjukan oleh (1) rendahnya akses terhadap lapangan kerja dan (2) rendahnya akses terhadap faktor produksi seperti modal usaha, akses pasar seta sedikitnya kepemilikan asset. Sedangkan faktor sosial ditunjukan dengan rendahnya akses terhadap pendidikan dan rendahnya akses terhadap fasilitas kesehatan.
Menurut Kartasamita (1996), kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab yaitu:
Rendahnya taraf pendidikan
Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan pekerjaan yang dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan peluang.
Rendahnya derajat kesehatan
Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.
Terbatasnya lapangan pekerjaan
Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan.
Kondisi keterisolasian
Banyaknya penduduk miskin secara tidak berdaya karenaterpencil dan terisolasi sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh layanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati oleh masyarakat lainnya.



Sharp, et al (1996) dalam Mudrajat Kuncoro (2006) mencoba mengidentifikasi penyebab kemiskinan dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia.
Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.
Ragnar Nurkse (dalam Sukirno, 1985) menyatakan bahwa kemiskinan bukan saja disebabkan oleh ketidakadaan pembangunan masa lalu tetapi juga menimbulkan hambatan pembangunan di masa yang akan datang. Menurut pandangan Nurkse terdapat dua jenis lingkaran perangkap kemiskinan yang menghalangi negara-negara berkembang untuk mencapai tingkat pembangunan yang pesat antara lain:
Dari segi penawaran modal
Tingkat pendapatan masyarakat yang rendah, yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga rendah sehingga menyebabkan tingkat pembentuka modal rendah.
Dari segi permintaan modal
Di negara-negara miskin perangsang untuk melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar untuk berbagai jenis barang terbatas karena pendapatan masyarkat rendah. Sedangkan pendapatan masyarakat yang rendah tersebut disebabkan oleh produktivitas masyarakat yang rendah yang diwujudkan oleh pembentukan modal pada masa lalu. Pembentukan modal yang terbatas tersebut disebabkan karena kurangnya perangsang untuk menanam modal.
Meier dan Baldwin (dalam Sukirno, 1985) mengemukakan pula satu lingkaran perangkap kemiskinan yang timbul dari hubungan saling mempengaruhi diantara keadaan masyarakat yang masih terbelakang dan tradisionil dengan kekayaan alam yang masih belum dikembangkan. Untuk mengembangkan kekayaan alam yang dimiliki, dalam suatu masyarakat harus memiliki tenaga kerja yang mempunyai keahlian untuk memimpin dan dan melaksanakan berbagai kegiatan ekonomi.
Sedangkan Todaro (2006) berargumen bahwa tinggi rendahnya kemiskinan di suatu negara tergantung pada dua faktor utama, yaitu: tingkat pendapatan nasional rata-rata dan lebar sempitnya kesenjangan dalam distribusi pendapatan.
Pada level rumah tangga, menurut Gounder (2005) kemiskinan rumah tangga disebakan oleh beberapa faktor yaitu: tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai oleh kepala rumah tangga, usia kepala rumah tangga, jenis kelamin kepala rumah tangga, daerah tempat tinggal (rural/urban), ukuran rumah tangga, etnik (suku), serta sektor pekerjaan yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Achia (2010) menambahkan faktor lain yang dapat mempengaruhi kemiskinan rumah tangga adalah usia dari rumah tangga tersebut serta agama yang dianut oleh kepala rumah tangga.


Dabukke (dalam Rahmawati, 2006), menyatakan bahwa peluang suatu rumah tangga berada dalam kemiskinan dipengaruhi oleh faktor-faktor: jenis mata pencaharian utama, jumlah anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga yang termasuk tenaga kerja, luas sawah garapan setahun, luas sawah yang dimiliki, total pendapatan dari kegiatan pertanian, total pendapatan dari kegiatan non pertanian, curahan waktu rumah tangga di sektor pertanian dan curahan waktu rumah tangga pada sektor non pertanian. Mathiassen (dalam Nasir, 2008) menambahkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemiskinan rumah tangga antara lain angka buta huruf, pendidikan tertinggi yang ditamatkan, sektor pekerjaan utama kepala rumah tangga, kepemilikan aset rumah tangga, kondisi perumahan, dan komposisi demografi.
Kemudian Mok T.Y, C.Gan dan A. Sanyal membagi faktor-faktor penyebab kemiskinan menjadi empat kategori yang antara lain:
  1. Demografi. Faktor penyebab secara demografi ini terdiri dari usia kepala rumah tangga, ukuran rumah tangga, jenis kelamin kepala rumah tangga, jumlah tanggungan dalam rumah tangga, ras dan migrasi yang pernah dilakukan oleh keluarga tersebut
  2. Status sosial dan ekonomi. Faktor penyebab kemiskinan rumah tangga secara status sosial dan ekonomi ini diindikatorkan melalui jenis sektor pekerjaan yang dikerjakan oleh kepala rumah tangga.
  3. Pendidikan formal tertinggi yang telah dicapai oleh kepala keluarga
  4. Region atau wilayah tempat tinggal

background14.jpg







Faktor-faktor kemisikinan di kabupaten Lumajang antara lain     :

1.      Rendahnya tingkat pendidikan penduduk
Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan pekerjaan yang dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan peluang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar peluang orang tersebut memperoleh pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, maka semakin sempit peluang seseorang tersebut mendapatkan pekerjaaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Data Pendidikan kabupaten Lumajang
PERIODE
SD/MI
SMP/MTS
SMA/MA/SMK
2013-2014
85816
29856
10858
2014-2015
65252
17734
9695
Berdasarkan data tersebut dapat kami simpulkan bahwa tingkat pendidikan di kabupaten Lumajang semakin menurun sehingga beresiko terhadap bahaya kemiskinan

2.      Penggunaan sumber daya yang tidak efisien
Pemanfaatan sumber daya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, pengelolaan sumber daya secara efisien dan optimal akan mempengaruhi tingkat ekonomi sebuah masyarakat di daerah tersebut. Sedangkan penggunaan sumber daya yang tidak efisien akan mengakibatkan beberapa masalah, salah satunya yaitu kemiskinan.
Pemanfaatan sumber daya di kabupaten Lumajang dinilai kurang efisien, misal pengolahan buah pisang sebagai komoditi utama kabupaten Lumajang yang hanya diolah menjadi produk sederhana yang bernilai rendah seperti keripik pisang dan sale pisang, padahal buah pisang masih dapat diolah menjadi produk-produk lain yang bernilai tinggi seperti selai pisang dan ice cream pisang. Jika pengolahan di maksimalkan dengan membuka usaha-usaha produksi olahan buah pisang, maka hal tersebut dapat menambah pendapatan masyarakat dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan sehingga mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan.
10896970_682949718481168_8330951729511412128_n.jpg
Gbr olahan buah pisang
3.      Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi pada suatu daerah akan mempengaruhi angka kemiskinan daerah tersebut, hal ini karena semakin tinggi pertumbuhan penduduk maka akan semakin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, penduduk harus memiliki pekerjaan yang digunakan untuk menopang kehidupannya, sedangkan lowongan pekerjaan yang tersedia hanya sedikit, sehingga banyak penduduk yang menganggur (tidak bekerja), dan hal inilah yang menyebabkan angka kemiskinan meningkat.

Data kependudukan di kabupaten Lumajang (BPS)
PERIODE
MALE
FEMALE
TOTAL
2010/2011
491.521
514.937
1.006.458
2012/2013
498.787
525.031
1.023.818
Dari data di atas, dapat kami simpulkan bahwa pertumbuhan penduduk di kabupaten meningkat, sehingga akan mengakibatkan angka kemiskinan semakin meningkat.

4.      Tingkat pendapataan penduduk yang rendah
Pendapatan masyarakat dalam bekerja di gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, semakin lama kebutuhan akan semakin meningkat dan bervariasi, maka untuk memenuhi kebutuhan yang semakin banyak penduduk harus memiliki pendapatan yang banyak pula.
.
No
Kabupaten
Pendapatan (juta)
1
Lumajang
8.38
2
Kediri
140.06
3
Probolinggo
14.26
4
Gresik
21.37
5
Sidoarjo
22.58
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pendapatan penduduk di kabupaten lumajang dikatakan masih rendah apabila dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya di jawa timur, hal ini akan berakibat pada angka kemiskinan yang tinggi












D.    DATA KEMISKINAN DI KABUPATEN LUMAJANG

Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) dan garis Kemiskinan Kabupaten Lumajang
Poor, Percentage of Poor, Poverty Depth Index (P1), Poverty Severity Index (P2) and a Poverty Line of Lumajang Regency









No.
Uraian
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
1
Jumlah Penduduk Miskin
199,000
180,700
157,800
140,800
131,900
126,000
123,900
2
% Penduduk Miskin (P0)
20.09
18.17
15.83
13.98
13.01
12.36
12.09
3
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
2.68
5.73
2.22
2.07
1.57
1.73
1.16
4
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
0.53
2.01
0.49
0.50
0.31
0.38
0.18
5
Garis Kemiskinan (GK)
125,749
147,758
168,586
185,321
202,773
215,326
228,796
Sumber : Data dan Informasi Kemiskinan, BPS
Berdasarkan cuplikan data tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk miskin di kabupaten Lumajang masih terbilang cukup tinggi yaitu sekitar 15% dari jumlah keseluruhan penduduk, yakni tahun 2010 diketahui ada 140.800 jiwa, 131.900 jiwa ditahun 2011, 126.000 jiwa pada tahun 2012 123.900 pada tahun 2013.











E.     DAMPAK KEMISKINAN
Kemiskinan di dunia ini akan sangat berperngaruh buruk terhadap lingkungan tempat tinggal kita ,di bawah ini  adalah 10 dampak dari bahaya kemiskinan yang apabila di biarkan bisa membuat hidup hidup jadi tidak nyaman damai dan tentram.
1.      Berkurangnya rasa nasionalisme terhadap suatu Negara, di karenakan lebih memikirkan kebutuhan untuk bertahan hidup saja kesulitan apalagi memikirkan rasa cinta pada Negara.
2.      Banyak terjadinya tidak kejahatan di mana mana , di karenakan masih banyaknya masyarakat yang berpikiran pendek dalam memenuhi kebutuhan hidup dan sudah terlalu terdesak dengan kebutuhan tanpa di bekali iman dalam agama sehingga segala cara pun di lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
3.      Harga diri suatu Negara yang jatuh dimata dunia dan akan diremehkan dan di anggap sumber daya manusianya tidak punya potensi untuk maju dan hanya mengandalkan bantuan dan bantuan.
4.      Semakin tidak terurusnya generasi muda oleh orang tua dan terlepas begitu saja dari pendidikan dan pengawasan orang tua sehingga menumbuhkan generasi muda yang tidak mengindahkan akan budaya ketimuran.
5.      Hilangnya rasa kegotong royongan dan saling membantu di karenakan sudah menjamurnya budaya loe ya loe guwe ya guwe sehingga menimbulkan kurangnya rasa persatuan di suatu Negara.
6.      Timbul banyak nya penyakit di mana mana baik itu penyakit menular sex ataupun penyakin yang di sebabkan karena tempat yang kumuh atau makanan yang di konsumsi tidak sehat .
7.      Semakin drastis berkurangnya belajar agama atau keyakinan pada Tuhan di karenakan lebih pada memikirkan kebutuhan yang utama yaitu makan.
8.      Terjadinya banyak perselingkuhan di mana mana baik perselingkuhan dalam berbisnis, perselingkuhan dalam  rumah tangga dan perselingkuhan dalam  mencintai tanah air.
9.      Semakin terpuruknya ekonomi bangsa yang akan mengakibatkan kehancuran suatu bangsa, akibat ingin memisahkan diri dari wilayah kesatuan tanah air.
10.  Lahirnya sebuah kelompok masyarakat yang begitu pandai,dahsyat dan kreatif melahirlan suatu yang baru dan canggih akibat terhimpit ekonomi dan terjadinya revolusi masal dan terpecah belahnya suatu Negara menjadi Negara Negara kecil.

Sedangkan dampak kemiskinan di kabupaten Lumajang adalah           :

1.      Tingkat pendidikan rendah
Putusnya sekolah dan kesempatan pendidikan sudah pasti merupakan dampak kemiskinan. Mahalnya biaya pendidikan menyebabkan rakyat miskin di Lumajang putus sekolah karena tak lagi mampu membiayai sekolah. Putus sekolah dan hilangnya kesempatan pendidikan akan menjadi penghambat rakyat miskin dalam menambah keterampilan, menjangkau cita-cita dan mimpi mereka. Ini menyebabkan kemiskinan yang dalam karena hilangnya kesempatan untuk bersaing dengan global dan hilangnya kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak.
2.      Tingkat kesehatan yang buruk
Kesehatan sulit untuk didapatkan karena kurangnya pemenuhan gizi sehari-hari akibat kemiskinan membuat rakyat miskin sulit menjaga kesehatannya. Belum lagi biaya pengobatan yang mahal di klinik atau rumah sakit yang tidak dapat dijangkau masyarakat miskin. Ini menyebabkan gizi buruk atau banyaknya penyakit yang menyebar di Lumajang.
3.      Semakin banyaknya pengangguran
Pengangguran merupakan dampak dari kemiskinan, berhubung pendidikan dan keterampilan merupakan hal yang sulit diraih masyarakat, maka masyarakat sulit untuk berkembang dan mencari pekerjaan  yang layak untuk memenuhi kebutuhan. Dikarenakan sulit untuk bekerja, maka tidak adanya pendapatan membuat pemenuhan kebutuhan sulit, kekurangan nutrisi dan kesehatan, dan tak dapat memenuhi kebutuhan penting lainnya. Misalnya saja harga beras yang semakin meningkat, orang yang pengangguran sulit untuk membeli beras, maka mereka makan seadanya. Seorang pengangguran yang tak dapat memberikan makan kepada anaknya akan menjadi dampak yang buruk bagi masa depan sehingga akan mendapat kesulitan untuk waktu yang lama.
4.      Semakin banyaknya kriminalitas atau tindak kejahatan
Kriminalitas merupakan dampak lain dari kemiskinan. Kesulitan mencari nafkah mengakibatkan orang lupa diri sehingga mencari jalan cepat tanpa memedulikan halal atau haramnya uang sebagai alat tukar guna memenuhi kebutuhan. Misalnya saja perampokan, penodongan, pencurian, penipuan, pembegalan, penjambretan dan masih banyak lagi contoh kriminalitas yang bersumber dari kemiskinan. Mereka melakukan itu semua karena kondisi yang sulit mencari penghasilan untuk keberlangsungan hidup dan lupa akan nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan. Di era global dan materialisme seperti sekarang ini tak heran jika kriminalitas terjadi dimanapun.
5.      Generasi penerus akan semakin buruk
Buruknya generasi penerus adalah dampak yang berbahaya akibat kemiskinan. Jika anak-anak putus sekolah dan bekerja karena terpaksa, maka akan ada gangguan pada anak-anak itu sendiri seperti gangguan pada perkembangan mental, fisik dan cara berfikir mereka. Contohnya adalah anak-anak jalanan yang tak mempunyai tempat tinggal, tidur dijalan, tidak sekolah, mengamen untuk mencari makan dan lain sebagainya. Dampak kemiskinan pada generasi penerus merupakan dampak yang panjang dan buruk karena anak-anak seharusnya mendapatkan hak mereka untuk bahagia, mendapat pendidikan, mendapat nutrisi baik dan lain sebagainya. Ini dapat menyebabkan mereka terjebak dalam kesulitan hingga dewasa dan berdampak pada generasi penerusnya.








F.     ARTIKEL TERKAIT

Orang Miskin di Lumajang Masih Ratusan Ribu Jiwa
Kategori: Ekonomi - Dibaca: 1171 kali
http://kabarlumajang.net/foto_berita/27RumahRaskin.jpg
Lumajang - Jumlah warga miskin di Lumajang Ternyata masih banyak. Hasil pendataan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daera (Bappeda) mengalami penurun yang signifikan. Penurunan warga miskin berkat sejumlah program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Misalnya Jamkesmas, Jampersalan, PNPM Mandiri dan Gardu Taskin."Jumlah warga miskin mengalami penurunan," kata Kepala Bappeda Lumajang, Ir. Indah Amperawati Masdar pada wartawan dilobi Gedung Pemkab Lumajang.

Dia menambahkan, pihaknya setiap tahun terus melakukan koordinasi dengan instansi terkait yang bersinggungan dan terlibat langsung dalam pengentasan kemiskinan. Sehingga, pengentasan kemiskian bisa sesuai target pemerintah kabupaten, propinsi dan pusat."Kami sangat memperhatikan warga miskin, karena ini sebuah persoalan dalam pemberdayaan masyarakat," jelasnya.

Data di Bappeda Lumajang, Jumlah warga Lumajang yang termasuk dalam miskin mencapau 15 persen dari jumlah penduduk keseluruhan, yakni 157.760 jiwa ditahun 2011. Dibanding tahun 2010 diketahui ada 186.680."Penurunan ini melalui berbagai indikator dan program yang dilakukan pemerintah," kata Kabid Sosial Budaya, Bappeda Lumajang, Nugroho Yuda pada wartawan di ruang kerjanya.

Instansi pemerintah yang bersinggung dengan pengentasan kemiskinan adalah Dinas Pemberdayaan Masyarakat (DPM), Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan Dinas Koperasi dan UMK. "Setiap  merencanakan pembangunan, kami memintai konsep program dalam mengatasi warga miskin,"  paparnya.(adm)

Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 35 juta orang. Namun, Bank Dunia menyebutkan ada 100 juta jiwa, jauh lebih besar dari yang disebutkan BPS.

Berita di berbagai media massa pada 13 November 2010 menyebutkan ada dugaan manipulasi data oleh BPS meski lembaga itu juga membantah kritikan tersebut. Menurut BPS, perbedaan antara Bank Dunia dan BPS pada kriteria untuk menentukan garis kemiskinan.

Semakin tinggi garis kemiskinan yang kita pakai, semakin besar jumlah orang miskin yang kita peroleh. Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan yang lebih tinggi daripada yang digunakan BPS. Mana yang benar? Siapa yang disebut miskin? Apa ciri-ciri orang miskin? Para pengemis di jalanan di Jakarta?

Mereka yang kurus? Mereka yang berada dalam lingkungan hidup yang buruk? Mereka yang tidak pernah makan daging? Mereka yang sakit-sakitan? Mereka yang tidak berpendidikan? Konsep kemiskinan memang sangat luas.

Banyak pertanyaan yang dapat diajukan untuk menentukan siapa yang disebut miskin. Seorang kawan bahkan pernah memberi tahu bahwa kemiskinan harus diukur secara holistik, yang mencakup kemiskinan spiritual.

Saya mengerti maksudnya, namun saya terbentur bagaimana mengukur kemiskinan yang holistik tersebut. Sampai saat ini kita memang belum mempunyai suatu statistik yang dapat mengukur kemiskinan secara holistik.

Persoalan menentukan siapa orang miskin juga terkait penentuan apa yang menjadi tujuan pembangunan. Kalau tujuan pembangunan sekadar percepatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita, kemiskinan cukup dihitung dengan pengeluaran untuk konsumsi individu.

Hal itulah yang telah dilakukan BPS dan Bank Dunia. Mereka hanya memfokuskan pada pengeluaran konsumsi individu. Statistik mereka tidak mencakup status kesehatan, ketersediaan air bersih, ketersediaan udara bersih, rasa aman,dan banyak lagi. Banyak negara dan lembaga internasional memakai cara pengukuran seperti ini karena memang relatif mudah.

Meski begitu, persoalan berikutnya adalah bagaimana menentukan garis kemiskinan. Berapa pengeluaran maksimal untuk konsumsi seorang individu agar dapat disebut sebagai orang miskin?

Persoalan menjadi tambah sulit karena kebutuhan minimal tiap orang dapat berbeda, bergantung pola konsumsinya. Contoh mencolok adalah ada orang yang harus makan daging untuk kebutuhan protein, dan ada pula yang hanya menggantungkan pada konsumsi buah, sayuran, biji-bijian, dan beras.

Bukan hanya perbedaan antarindividu, melainkan juga ada perbedaan antardaerah.Tingkat harga di tiap daerah berbeda-beda. Suatu daerah yang biaya hidupnya lebih tinggi akan mempunyai garis kemiskinan yang lebih tinggi.

Kalau tidak ada penyesuaian garis kemiskinan, inflasi yang cepat akan menyebabkan jumlah orang miskin menurun cepat.Namun,penurunan semacam ini amat menyesatkan karena semata disebabkan kesalahan dalam penentuan garis kemiskinan.

Sebab itu, garis kemiskinan harus selalu direvisi mengikuti tingkat inflasi yang telah terjadi. Walau persoalannya kompleks, kita tetap harus mempunyai statistik untuk mengukur kemiskinan. Banyak negara, termasuk Indonesia, telah menentukan garis kemiskinan dengan memperhatikan pola konsumsi masing-masing.

Indonesia (dalam hal ini BPS) menghitung pengeluaran minimal untuk mengonsumsi 2.100 kalori per orang per hari. BPS juga menghitung pengeluaran minimal untuk perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, dan banyak lagi.

Tiap tahun angka ini selalu direvisi, disesuaikan dengan kenaikan harga. Pendekatan ini telah dilakukan BPS sejak 1970-an. Dengan pendekatan ini, BPS menghasilkan angka 35 juta orang miskin untuk 2010. Namun, lembaga internasional seperti Bank Dunia harus mendapatkan kriteria yang dapat digunakan untuk memperbandingkan tingkat kemiskinan di semua negara di dunia.

Kalau tiap negara menggunakan kriteria masingmasing, Bank Dunia tidak dapat melakukan perbandingan antarnegara. Pada 1990, Bank Dunia pernah membuat kriteria bahwa semua individu dengan pengeluaran di bawah USD1 dikatakan miskin. Angka USD1 disebut garis kemiskinan internasional.

Angka ini diperoleh dengan mempelajari garis kemiskinan di banyak negara dan Bank Dunia berpendapat bahwa USD1 telah dapat mewakili garis kemiskinan yang digunakan di banyak negara. Dengan kenaikan harga, Bank Dunia juga menaikkan garis kemiskinan internasional tersebut.



Sekarang mereka menggunakan ukuran USD2 untuk garis kemiskinan internasional. Angka ini lebih tinggi dari garis kemiskinan di Indonesia, yang sekira USD1,5 per orang per hari. Dengan kriteria tersebut, Bank Dunia mencatat terdapat 100 juta orang miskin di Indonesia.

Adanya garis kemiskinan internasional seperti yang ditentukan Bank Dunia memang memudahkan perbandingan kondisi kemiskinan antarnegara. Namun, kriteria tersebut kurang memperhatikan pola konsumsi di tiap negara. Jadi, dengan kriteria sempit yang memfokuskan pada konsumsi, garis kemiskinan mana yang benar? Masih sulit menjawab.

Baik statistik BPS maupun statistik Bank Dunia mempunyai banyak kelemahan. Yang penting, kalau kita hendak melihat kecenderungan, kita harus melihat dengan satu definisi. Kita tidak dapat menggunakan definisi BPS untuk satu periode dan definisi Bank Dunia pada periode lainnya, atau pun definisi lain di saat lain lagi.

Kalau kita memakai definisi Bank Dunia, kita harus konsisten menggunakan definisi Bank Dunia. Kalau kita menggunakan definisi BPS, kita harus konsisten untuk menggunakan definisi BPS.

Yang menggembirakan, statistik mana pun yang kita gunakan, persentase penduduk miskin di Indonesia telah terus menurun. Selanjutnya, sebagai upaya untuk memahami kondisi kemiskinan secara lebih holistik, berbagai statistik lain harus kita tampilkan bersama statistik kemiskinan yang berfokus pada konsumsi individu.

Statistik status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, air bersih, udara bersih, atau rasa aman juga perlu ditampilkan bersama-sama dengan statistik kemiskinan.

Akhirnya, Pemerintah Indonesia perlu memberi perhatian pada masalah kemiskinan, setidaknya sama besar dengan perhatian pemerintah pada pertumbuhan ekonomi dan variabel ekonomi makro lainnya. Statistik kemiskinan dan berbagai statistik yang disebut di atas perlu dihasilkan dan dilaporkan setiap tiga bulan sekali, bersamaan dengan laporan statistik ekonomi makro.(*)

ARIS ANANTA
Ekonom
 
(ade)



















G.    KESIMPULAN
Kemiskinan adalah keadaan dimanat seseorang atau sekelompok orang tidak dapat atau tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari selama hidupnya. Kemiskinan juga dapat dikatakan sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup.
Jumlah penduduk miskin di kabupaten Lumajang masih terbilang cukup tinggi yaitu sekitar 15% dari jumlah keseluruhan penduduk, yakni tahun 2010 diketahui ada 140.800 jiwa, 131.

 

Iim kayyis Template by Ipietoon Cute Blog Design